Sunday, December 16, 2012

Model Permainan Melempar Bola Salju (Snowball Throwing)



Model pembelajaran permainan melempar bola salju merupakan salah satu pembelajaran aktif yang melatih siswa untuk tanggap dalam menerima bahan ajar baik dari guru maupun dari rekan-rekannya. Pada model pembelajaran permainan bola salju, siswa di bentuk ke dalam sebuah kelompok dimana masing-masing kelompok memiliki ketua kelompok. Guru memanggil  tiap-tiap ketua kelompok untuk diberikan penjelasan mengenai bahan ajar yang akan dipelajari. Setelah itu, ketua kelompok menjelaskan bahan ajar tersebut kepada teman-teman satu kelompok.

Model permainan bola salju juga melatih siswa untuk memiliki rasa tanggungjawab karena pada akhirnya siswa diharuskan untuk membuat satu pertanyaan yang berkaitan dengan materi yang sedang dipelajari. Pertanyaan tersebut dijawab oleh temannya dan siswa yang membuat pertanyaan harus melengkapi jawaban temannya yang menjawab pertanyaan yang dibuatnya.

Selain melibatkan siswa secara aktif baik dari segi kognitif dan emosional siswa, dalam model ini juga secara aktif melibatkan siswa dari segi fisik yaitu kegiatan “melempar bola salju”. Pertanyaan yang buat siswa ditulis pada kertas selembar yang kemudian dibentuk seperti “bola salju”. Bola salju yang berisi pertanyaan tersebut dilemparkan kepada temannya. Teman yang menerima bola tersebut harus menjawab pertanyaan yang ada di dalamnya dan pembuat pertanyaan melengkapi jawaban temannya tersebut. Siswa yang dapat menjawab pertanyaan dengan baik akan mendapat penghargaan berupa nilai.

Dengan demikian, model permainan bola salju adalah model pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif, baik segi fisik, mental dan emosionalnya yang diramu dengan kegiatan melempar pertanyaan seperti “melempar bola salju”. Model pembelajaran ini dapar memupuk siswa untuk belajar menjelaskan materi, membuat pertanyaan, dan menyempurnakan jawaban yang diberikan temannya.

Menurut Suprijono (2012 : 128), langkah-langkah Model pembelajaran permainan melempar bola salju adalah sebagai beikut:

1.      guru menyampaikan materi yang akan disajikan;

2.    guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi.

3. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya;

4.   Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok;

5.   Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama  kurang lebih 15 menit.

6.  Setelah siswa dapat satu bola / satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang ditulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian;

7.      Evaluasi

8.      Penutup
Untuk mengefektifkan waktu, lama pelemparan bola salju dapat ditentukan oleh guru sesuai kondisi 
dan keadaan yang terjadi.

Daftar Pustaka

Suprijono, A. (2012). Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


Thursday, December 13, 2012

Pemahaman Matematis (Mathematics Understanding))

Menurut Walle (2008: 26), “pemahaman dapat didefinisikan sebagai ukuran kualitas dan kuantitas hubungan suatu ide dengan ide yang telah ada”. Setiap siswa memiliki kemampuan pemahaman yang berbeda tergantung pada ide yang dimiliki dan pembuatan hubungan antara ide yang ada dengan ide baru.
Bloom (Suherman, 2003: 29-35), mengklasifikasikan pemahaman pada jenjang kognitif urutan kedua setelah pengetahuan, jenjang kognitif tahap pemahaman ini mencakup hal-hal berikut.
a.       pemahaman konsep;
b.      pemahaman prinsip, aturan, dan generalisasi;
c.       pemahaman terhadap struktur matematika;
d.      kemampuan untuk membuat tranformasi;
e.       kemampuan untuk mengikuti pola berpikir;
f.       kemampuan untuk membaca dan menginterpretasikan masalah sosial atau data matematika.
Pemahaman akan sebuah konsep ilmu pengetahuan yang sedang dipelajari memiliki peranan yang sangat penting. Siswa akan berkembang ke jenjang kognitif yang lebih tinggi jika ia memiliki pemahaman konsep yang baik. Jika pemahaman konsep dikuasai dengan baik maka siswa akan mampu menghubungkan atau mengaitkan sebuah konsep yang satu dengan yang lainnya. Selain itu, konsep tersebut dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan dari mulai yang sederhana hingga ke permasalahan yang lebih kompleks.
Ruseffendi (2006: 221), mengkategorikan pemahaman menjadi tiga macam, yaitu:
1.      pengubahan (penerjemahan);
2.      pemberian arti (interpretasi);
3.      pembuatan ekstrapolasi.
Pengubahan (penerjemahan), yaitu kemampuan untuk mengubah atau menerjemahkan simbol ke dalam kata-kata dan sebaliknya, mampu mengartikan suatu kesamaan dan mampu mengkonkritkan konsep yang abstrak. Pemberian arti (interpretasi), yaitu kemampuan untuk memahami sebuah konsep yang disajikan dalam bentuk lain seperti diagram, tabel, grafik dan lain-lain. Sedangkan Pembuatan ekstrapolasi, yaitu kemampuan untuk memperkirakan atau meramalkan suatu kecenderungan yang ada menurut data tertentu. Menurut Polya (Jihad, 2008: 167), membedakan 4 jenis pemahaman, yaitu:
1.  pemahaman mekanikal, yaitu dapat mengingatkan dan menerapkan sesuatu secara rutin atauperhitungan sederhana;
2.   pemahaman induktif, yaitu dapat mencobakan sesuatu dalam kasus sederhana dan tahu bahwa sesuatu itu berlaku dalam kasus serupa;
3.      pemahaman rasional, yaitu dapat membuktikan kebenaran sesuatu;
4.    pemahaman intuitif, yaitu dapat memperkirakan kebenaran sesuatu tanpa ragu-ragu, sebelum menganalisis secara analitik.
Berbeda dengan Polya, Pollatsek (Sumarmo, 2010: 4-5), menggolongkan pemahaman dalam dua jenis, yaitu:
1.      pemahaman komputasional;
2.      pemahaman fungsional.
Pemahaman komputasional adalah kemampuan menerapkan rumus dalam perhitungan sederhana dan mengerjakan perhitungan secara algoritma. Sedangkan pemahaman fungsional adalah kemampuan mengkaitkan satu konsep/prinsip lainnya dan menyadari proses yang dikerjakannya. Sementara itu, Skemp (Idris, 2009: 37) membedakan pemahaman ke dalam tiga macam, yaitu:
1.      pemahaman instrumental (instrumental understanding);
2.      pemahaman relasional (relational understanding);
3.      pemahaman  logis (logical understanding).
Pemahaman instrumental adalah kemampuan seseorang menggunakan prosedur matematis untuk menyelesaikan suatu masalah tanpa mengetahui mengapa prosedur itu digunakan. Dengan kata lain siswa hanya mengetahui “bagaimana” tetapi tidak mengetahui “mengapa”. Pada tahapan ini, pemahaman konsep masih terpisah dan hanya sekedar hafal suatu rumus untuk menyelesaikan permasalahan rutin / sederhana sehingga siswa belum mampu menerapkan rumus tersebut pada permasalahan baru yang berkaitan. Sementara itu, pemahaman relasional adalah kemampuan seseorang menggunakan prosedur matematis dengan penuh kesadaran bagaimana dan mengapa prosedur itu digunakan. Secara ringkasnya, siswa mengetahui keduanya yaitu “bagaimana” dan “mengapa”. Pada tahap ini, siswa dapat mengaitkan antara satu konsep atau prinsip dengan konsep atau prinsip lainnya dengan benar dan menyadari proses yang dilakukan. Sedangkan pemahaman logis berkaitan erat dengan meyakinkan diri sendiri dan meyakinkan orang lain. Dengan kata lain, siswa dapat mengkonstruksi sebuah bukti sebelum ide-ide yang dimilikinya dipublikasikan secara formal atau informal sehingga membuat siswa tersebut merasa yakin untuk membuat penjelasan kepada siswa yang lain.
 “Secara umum, indikator pemahaman matematika meliputi: mengenal, memahami dan menerapkan konsep, prosedur, prinsip dan idea matematika” (Sumarmo, 2010: 4). Adapun indikator yang digunakan  adalah indikator pemahaman konsep menurut Jihad dan Haris (2010: 149),  sebagai berikut.
1.      kemampuan menyatakan ulang sebuah konsep yang dipelajari;
2.  kemampuan mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan konsepnya);
3.      kemampuan menyebutkan contoh dan non-contoh dari konsep;
4.      kemampuan menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis;
5.      kemampuan menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu;
6.      kemampuan mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.
7.      kemampuan mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep;

Daftar Pustaka
Idris, N. (2009). Enhanching Students’ Understanding In Calculucus Trough Writing. International Electronic Journal of Mathemathics Education. 4, (1).36-56.
Jihad, A. (2008). Pengembangan Kurikulum Matematika.Yogyakarta: Multi Pressindo.
Jihad, A. dan Haris. (2010). Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Pressindo.
Ruseffendi, E.T. (2006). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Potensinya dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
Suherman. dkk. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: Jica.
Sumarmo, U. (2010). Berfikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan Pada Peserta Didik. Jurnal FMIPA UPI Bandung.
Walle, J.A.V.D. (2008). Matematika Sekolah Dasar dan Menengah Pengembangan Pengajaran. Jakarta: Erlangga.