Menurut Walle (2008: 26), “pemahaman
dapat didefinisikan sebagai ukuran kualitas dan kuantitas hubungan suatu ide
dengan ide yang telah ada”. Setiap siswa memiliki kemampuan pemahaman yang
berbeda tergantung
pada ide yang dimiliki dan pembuatan hubungan antara ide yang ada dengan ide
baru.
Bloom
(Suherman, 2003: 29-35), mengklasifikasikan pemahaman pada jenjang kognitif
urutan kedua setelah pengetahuan,
jenjang
kognitif tahap pemahaman ini mencakup hal-hal berikut.
a.
pemahaman
konsep;
b.
pemahaman
prinsip, aturan, dan generalisasi;
c.
pemahaman
terhadap struktur matematika;
d.
kemampuan
untuk membuat tranformasi;
e.
kemampuan
untuk mengikuti pola berpikir;
f.
kemampuan
untuk membaca dan menginterpretasikan masalah sosial atau data matematika.
Pemahaman
akan sebuah konsep ilmu pengetahuan yang sedang dipelajari memiliki peranan
yang sangat penting. Siswa akan berkembang ke jenjang kognitif yang lebih
tinggi jika ia memiliki pemahaman konsep yang baik. Jika pemahaman konsep
dikuasai dengan baik maka siswa akan mampu menghubungkan atau mengaitkan sebuah
konsep yang satu dengan yang lainnya. Selain itu, konsep tersebut dapat
digunakan untuk memecahkan permasalahan dari mulai yang sederhana hingga ke
permasalahan yang lebih kompleks.
Ruseffendi
(2006: 221), mengkategorikan pemahaman menjadi tiga macam, yaitu:
1.
pengubahan
(penerjemahan);
2.
pemberian
arti (interpretasi);
3.
pembuatan
ekstrapolasi.
Pengubahan
(penerjemahan), yaitu kemampuan untuk mengubah atau menerjemahkan simbol ke
dalam kata-kata dan sebaliknya, mampu mengartikan suatu kesamaan dan mampu
mengkonkritkan konsep yang abstrak. Pemberian arti (interpretasi), yaitu
kemampuan untuk memahami sebuah konsep yang disajikan dalam bentuk lain seperti
diagram, tabel, grafik dan lain-lain. Sedangkan Pembuatan ekstrapolasi, yaitu
kemampuan untuk memperkirakan atau meramalkan suatu kecenderungan yang ada
menurut data tertentu. Menurut Polya (Jihad, 2008: 167), membedakan 4 jenis
pemahaman, yaitu:
1. pemahaman
mekanikal, yaitu dapat mengingatkan dan menerapkan sesuatu secara rutin atauperhitungan sederhana;
2. pemahaman
induktif, yaitu dapat mencobakan sesuatu dalam kasus sederhana dan tahu bahwa
sesuatu itu berlaku dalam kasus serupa;
3.
pemahaman
rasional, yaitu dapat membuktikan kebenaran sesuatu;
4. pemahaman
intuitif, yaitu dapat memperkirakan kebenaran sesuatu tanpa ragu-ragu, sebelum menganalisis secara analitik.
Berbeda
dengan Polya, Pollatsek (Sumarmo, 2010: 4-5), menggolongkan pemahaman dalam dua
jenis, yaitu:
1.
pemahaman
komputasional;
2.
pemahaman
fungsional.
Pemahaman
komputasional adalah kemampuan menerapkan rumus dalam perhitungan sederhana dan
mengerjakan perhitungan secara algoritma. Sedangkan pemahaman fungsional adalah
kemampuan mengkaitkan satu konsep/prinsip lainnya dan menyadari proses yang
dikerjakannya. Sementara itu, Skemp (Idris, 2009: 37) membedakan pemahaman ke dalam
tiga macam, yaitu:
1.
pemahaman
instrumental (instrumental understanding);
2.
pemahaman
relasional (relational understanding);
3.
pemahaman logis (logical
understanding).
Pemahaman instrumental adalah
kemampuan seseorang menggunakan prosedur matematis untuk menyelesaikan suatu
masalah tanpa mengetahui mengapa prosedur itu digunakan. Dengan kata lain siswa
hanya mengetahui “bagaimana” tetapi tidak mengetahui “mengapa”. Pada tahapan
ini, pemahaman konsep masih terpisah dan hanya sekedar hafal suatu rumus untuk
menyelesaikan permasalahan rutin / sederhana sehingga siswa belum mampu
menerapkan rumus tersebut pada permasalahan baru yang berkaitan. Sementara itu,
pemahaman relasional adalah kemampuan seseorang menggunakan prosedur matematis
dengan penuh kesadaran bagaimana dan mengapa prosedur itu digunakan. Secara
ringkasnya, siswa mengetahui keduanya yaitu “bagaimana” dan “mengapa”. Pada
tahap ini, siswa dapat mengaitkan antara satu konsep atau prinsip dengan konsep
atau prinsip lainnya dengan benar dan menyadari proses yang dilakukan.
Sedangkan pemahaman logis berkaitan erat dengan meyakinkan diri sendiri dan
meyakinkan orang lain. Dengan kata lain, siswa dapat mengkonstruksi sebuah
bukti sebelum ide-ide yang
dimilikinya
dipublikasikan secara formal atau informal sehingga membuat siswa tersebut
merasa yakin untuk membuat penjelasan kepada siswa yang lain.
“Secara umum, indikator pemahaman matematika
meliputi: mengenal, memahami dan menerapkan konsep, prosedur, prinsip dan idea
matematika” (Sumarmo, 2010: 4). Adapun indikator yang digunakan adalah indikator pemahaman konsep menurut Jihad dan Haris
(2010: 149), sebagai berikut.
1.
kemampuan
menyatakan ulang sebuah konsep yang dipelajari;
2. kemampuan
mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan
konsepnya);
3.
kemampuan
menyebutkan contoh dan non-contoh dari konsep;
4.
kemampuan
menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis;
5.
kemampuan
menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu;
6.
kemampuan
mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.
7.
kemampuan
mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep;
Daftar Pustaka
Idris, N. (2009). “Enhanching Students’ Understanding In Calculucus Trough Writing”. International Electronic Journal of Mathemathics Education. 4, (1).36-56.
Idris, N. (2009). “Enhanching Students’ Understanding In Calculucus Trough Writing”. International Electronic Journal of Mathemathics Education. 4, (1).36-56.
Jihad, A. (2008). Pengembangan Kurikulum Matematika.Yogyakarta: Multi Pressindo.
Jihad, A. dan Haris. (2010). Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi
Pressindo.
Ruseffendi,
E.T. (2006). Pengantar Kepada Membantu
Guru Mengembangkan Potensinya dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan
CBSA. Bandung: Tarsito.
Suherman.
dkk. (2003). Evaluasi Pembelajaran
Matematika. Bandung: Jica.
Sumarmo,
U. (2010). Berfikir dan Disposisi
Matematik: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan Pada Peserta Didik.
Jurnal FMIPA UPI Bandung.
Walle,
J.A.V.D. (2008). Matematika Sekolah Dasar
dan Menengah Pengembangan Pengajaran. Jakarta: Erlangga.
No comments:
Post a Comment